Kenapa Shalawat Kepada Nabi SAW Jadi Rukun Khutbah? - PMII UNILA : Dzikir, Fikir, dan Amal Sholeh

14 Apr 2016

Kenapa Shalawat Kepada Nabi SAW Jadi Rukun Khutbah?

Para ulama berbeda pendapat mengenai rukun khutbah Jumat. Misalnya dalam madzhab Hanafi tidak menyebut pembacaan shalawat kepada Nabi SAW sebagai salah satu rukunnya. Sedang menurut Madzhab Syafi’i menyatakan ada lima rukun khutbah yang salah satunya adalah membaca shalawat.

Bahwa bershalawat kepada Nabi saw dalam khutbah Jumat memang termasuk dari salah satu rukun khutbah. Konsekuensinya adalah jika ditinggalkan maka khutbah tersebut tidak sah. Jika khutbahnya saja tidak sah, shalat Jumat-nya pun tidak sah karena khutbah merupakan salah satu syarat yang harus terpenuhi agar shalat Jumat bisa dianggap sah.

Dari sini Tampak bahwa ulama yang berpendapat bahwa membaca shalawat adalah salah satu rukun khutbah di antaranya adalah para ulama dari Madzhab Syafi’i. Lantas apa alasannya? Salah satunya adalah diqiyaskan atau dianalogikan dengan adzan atau shalat.

Sebab, khutbah merupakan ibadah yang meniscayakan untuk mengingat Allah. Sedangkan setiap ibadah yang meniscayakan untuk mengingat Allah juga meniscayakan untuk mengingat Rasulullah SAW seperti adzan atau shalat.

(وَ)الثَّانِي (اَلصَّلَاةُ عَلَى رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ) ؛ إِذْ كُلُّ عِبَادَةٍ افْتَقَرَتْ إلَى ذِكْرِ اللَّهِ تَعَالَى افْتَقَرَتْ إلَى ذِكْرِ نَبِيِّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَالْأَذَانِ وَالصَّلَاةِ

Artinya, “Kedua, membaca shalawat kepada Rasulullah SAW. Sebab setiap ibadah yang membutuhkan mengingat Allah (dzikrullah), ia juga membutuhkan untuk mengingat Rasulullah saw seperti adzan dan shalat,” (Lihat Syamsuddin Ar-Ramli, Nihayatul Muhtaj ila Syarhil Minhaj, Beirut, Darul Kutub Al-Ilmiyyah, 1434 H/2013 M, juz II, halaman 121).

Lantas bagaimana jika dikatakan bahwa dalam khutbah Jumat yang beredar (diriawayatkan) dari Rasulullah SAW tidak ditemukan kalimat yang menunjukkan kewajiban membaca shalawat kepadanya? Untuk menjawab hal ini adalah bahwa para ulama baik salaf maupun khalaf dalam setiap khutbah Jumatnya selalu membaca shalawat kepada Nabi saw. Sedangkan kesepakatan mereka merupakan dalil yang menunjukkan wajibnya membaca shalawat kepada Beliau dalam khutbah.

وَلَا يُقَالُ : إنَّ خُطْبَتَهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَيْسَ فِيهَا صَلَاةٌ ؛ لِأَنَّ اتِّفَاقَ السَّلَفِ وَالْخَلَفِ عَلَى التَّصْلِيَةِ فِي خُطَبِهِمْ دَلِيلٌ لِوُجُوبِهَا

Artinya, “Dan tidak bisa dikatakan bahwa dalam khutbah Nabi SAW tidak terdapat shalawat (kepadanya). Sebab, kesepakatan para ulama salaf dan khalaf untuk membaca shalawat dalam khutbah-khutbah mereka merupakan dalil atas wajib shalawat...”(Lihat Ibnu Hajar Al-Haitami, Tuhfatul Muhtaj bi Syarhil Minhaj, dalam Hawasyi Tuhfatil Muhtaj bi Syarhil Minhaj, Mesir-Maktabah At-Tijariyah Al-Kubra, tt, juz II, halaman 446).

Penjelasan ini mengandaikan bahwa membaca shalawat kepada Nabi SAW telah menjadi praktik yang telah dijalankan dan menjadi kesepakatan para ulama baik salaf maupun khalaf. Sedang kesepakatan mereka adalah dalil atas wajibnya membaca shalawat kepada Nabi SAW. Dari sini maka tidak bisa dikatakan bahwa bahwa dalam khutbah Beliau tidak terdapat shalawat kepadanya.

Bagikan artikel ini

Silakan tulis komentar Anda