Penulis : Erzal Syahreza Aswir
Sjam Kamaruzaman – atau yang biasa dikenal Kamarusaman bin Achmad Mubaidah – lahir di di Tuban, Jawa Timur, 30 April 1924. Ayahnya bernam R Achmad Moebaedah sebagai penghulu dan pedagang keturunan Arab, dan ibunya Siti Chasanah seorang keturunan ningrat bergelar Raden Roro. Dia merupakan anak kelima dari 5 bersaudara.
Sjam menimba pendidikan pertama di sekolah rakyat Tuban, setelah itu Sjam melanjutkan sekolah di Land & Tuinbouw School di Surabaya. Sayangnya Sjam tidak dapat menyelesaikan pendidikannya, karena sekolahnya ditutup akibat datangnya Jepang ke Surabaya pada tahun 1942.
Sjam sosok yang diduga sebagai dalang dari Gerakan 30 September 1965 ini merupakan sosok yang sangat misterius. Ia memiliki lima nama dengan lima identitas yang berbeda – beda, lima nama tersebut yaitu Djimin alias Sjamsudin alias Ali Mochtar alias Ali Sastra alias Karman. Banyak yang tidak tahu bahwa Sjam adalah ketua dari Biro Khusus PKI, biro rahasia yang memiliki tugas khusus dalam PKI. Tidak banyak yang mengetahui tentang biro ini, hanya DN. Aidit dan beberapa senior PKI.
Tidak banyak yang tahu, bahwa Sjam juga merupakan anggota aktif dari PSI (Partai Sosialis Indonesia), selain itu Ia juga merupakan pegawai pemerintahan di Departemen Informasi. Sjam juga memiliki kartu resmi yang memungkinkannya memiliki akses luas di TNI. Kiprahnya di TNI pun tidak lepas dari pemikiran sosialis – komunisnya. Sjam mengajak beberapa anggota TNI untuk tergabung dalam PKI.
Ketergabungan anggota TNI di PKI sebenarnya hanya dijadikan sebagai mata – mata PKI dalam tubuh PKI, karena PKI memiliki rencana untuk melakukan kudeta pada September 1965. Selain merekrut untuk dijadikan mata – mata, sosok Sjam juga merupakan mata – mata yang handal. Ia merupakan sosok kontroversial bagi semua pihak yang terkait dengan peristiwa Gerakan 30 September 1965.
Sjam – Ketua Komite Khusus – Ia mampu berperan layaknya putri Syahrazad dalam kisah 1001 malam, dimana Syam mampu ‘bercerita’ sehingga menunda eksekusi matinya selama 18 tahun. Setelah pemerintah memberitakan bahwa Syam dieksekusi tepat tanggal 30 September 1986, masih banyak orang yang tidak percaya bahwa ia telah dieksekusi.
Setelah gagalnya G30S, Sjam melarikan diri ke Bandung pada tanggal 8 Oktober 1965. Ia tertangkap pada tanggal 9 Maret 1967, di daerah Cimahi dan semenjak 27 Mei 1967 ditahan di RTM Budi Utomo. Menurut beberapa bekas tahanan politik yang pernah bersama Sjam, ia bertindak layaknya seorang bos. Sjam sangat leluasa mondar-mandir dalam RTM dan mengenal banyak petugas militer seperti berada di lingkungannya sendiri. Ia banyak di-‘pinjam’ untuk mengidentifikasi tahanan politik agar mendapatkan ‘klasifikasi’ yang tepat.
Sjam dijatuhi hukuman mati oleh Mahmilub pada tanggal 9 Maret 1968. Seperti yang telah diceritakan sebelumnya, ia memainkan peran putrid Syahrazad dalam kisah 1001 malam, sehingga mampu menunda eksekusi matinya hingga 18 tahun. Pada tanggal 27 September 1986, ia dijemput oleh perwira bagian penelitian kriminal, Edy B.Sutomo. Jika benar data NRP yang dimaksud, maka nama perwira tersebut seharusnya adalah Edy Budi Utomo. Berdasarkan penelusuran penulis, pada saat diterbitkan tulisan ini, beliau berpangkat Brigjen dan menjadi Kaposwil BIN di NTB. Jika data ini benar semua, hal ini merupakan langkah awal untuk mengetahui ‘keberadaan’ tokoh misterius ini. Sjam dibawa ke RTM Cimanggis dan berada di sana selama dua hari. Tengah malam tanggal 30 September 1986, ia bersama dua rekan lainnya dibawa ke Tanjung Priok, kemudian diangkut ke sebuah pulau di Kepulauan Seribu dan dieksekusi pada pukul 3 dinihari tanggal 30 September 1986.
Kecurigaan lain adalah menurut dokumen-dokumen CIA yang telah dibuka untuk umum, tercatat tiga orang yang bernama ‘Sjam’ yang ditahan oleh pihak Angkatan Darat. Apakah yang dieksekusi itu ‘Sjam’ Kamaruzzaman atau ‘Sjam’ yang lain?
Sjam Kamaruzaman – atau yang biasa dikenal Kamarusaman bin Achmad Mubaidah – lahir di di Tuban, Jawa Timur, 30 April 1924. Ayahnya bernam R Achmad Moebaedah sebagai penghulu dan pedagang keturunan Arab, dan ibunya Siti Chasanah seorang keturunan ningrat bergelar Raden Roro. Dia merupakan anak kelima dari 5 bersaudara.
Sjam menimba pendidikan pertama di sekolah rakyat Tuban, setelah itu Sjam melanjutkan sekolah di Land & Tuinbouw School di Surabaya. Sayangnya Sjam tidak dapat menyelesaikan pendidikannya, karena sekolahnya ditutup akibat datangnya Jepang ke Surabaya pada tahun 1942.
Sjam sosok yang diduga sebagai dalang dari Gerakan 30 September 1965 ini merupakan sosok yang sangat misterius. Ia memiliki lima nama dengan lima identitas yang berbeda – beda, lima nama tersebut yaitu Djimin alias Sjamsudin alias Ali Mochtar alias Ali Sastra alias Karman. Banyak yang tidak tahu bahwa Sjam adalah ketua dari Biro Khusus PKI, biro rahasia yang memiliki tugas khusus dalam PKI. Tidak banyak yang mengetahui tentang biro ini, hanya DN. Aidit dan beberapa senior PKI.
Tidak banyak yang tahu, bahwa Sjam juga merupakan anggota aktif dari PSI (Partai Sosialis Indonesia), selain itu Ia juga merupakan pegawai pemerintahan di Departemen Informasi. Sjam juga memiliki kartu resmi yang memungkinkannya memiliki akses luas di TNI. Kiprahnya di TNI pun tidak lepas dari pemikiran sosialis – komunisnya. Sjam mengajak beberapa anggota TNI untuk tergabung dalam PKI.
Ketergabungan anggota TNI di PKI sebenarnya hanya dijadikan sebagai mata – mata PKI dalam tubuh PKI, karena PKI memiliki rencana untuk melakukan kudeta pada September 1965. Selain merekrut untuk dijadikan mata – mata, sosok Sjam juga merupakan mata – mata yang handal. Ia merupakan sosok kontroversial bagi semua pihak yang terkait dengan peristiwa Gerakan 30 September 1965.
Sjam – Ketua Komite Khusus – Ia mampu berperan layaknya putri Syahrazad dalam kisah 1001 malam, dimana Syam mampu ‘bercerita’ sehingga menunda eksekusi matinya selama 18 tahun. Setelah pemerintah memberitakan bahwa Syam dieksekusi tepat tanggal 30 September 1986, masih banyak orang yang tidak percaya bahwa ia telah dieksekusi.
Setelah gagalnya G30S, Sjam melarikan diri ke Bandung pada tanggal 8 Oktober 1965. Ia tertangkap pada tanggal 9 Maret 1967, di daerah Cimahi dan semenjak 27 Mei 1967 ditahan di RTM Budi Utomo. Menurut beberapa bekas tahanan politik yang pernah bersama Sjam, ia bertindak layaknya seorang bos. Sjam sangat leluasa mondar-mandir dalam RTM dan mengenal banyak petugas militer seperti berada di lingkungannya sendiri. Ia banyak di-‘pinjam’ untuk mengidentifikasi tahanan politik agar mendapatkan ‘klasifikasi’ yang tepat.
Sjam dijatuhi hukuman mati oleh Mahmilub pada tanggal 9 Maret 1968. Seperti yang telah diceritakan sebelumnya, ia memainkan peran putrid Syahrazad dalam kisah 1001 malam, sehingga mampu menunda eksekusi matinya hingga 18 tahun. Pada tanggal 27 September 1986, ia dijemput oleh perwira bagian penelitian kriminal, Edy B.Sutomo. Jika benar data NRP yang dimaksud, maka nama perwira tersebut seharusnya adalah Edy Budi Utomo. Berdasarkan penelusuran penulis, pada saat diterbitkan tulisan ini, beliau berpangkat Brigjen dan menjadi Kaposwil BIN di NTB. Jika data ini benar semua, hal ini merupakan langkah awal untuk mengetahui ‘keberadaan’ tokoh misterius ini. Sjam dibawa ke RTM Cimanggis dan berada di sana selama dua hari. Tengah malam tanggal 30 September 1986, ia bersama dua rekan lainnya dibawa ke Tanjung Priok, kemudian diangkut ke sebuah pulau di Kepulauan Seribu dan dieksekusi pada pukul 3 dinihari tanggal 30 September 1986.
Kecurigaan lain adalah menurut dokumen-dokumen CIA yang telah dibuka untuk umum, tercatat tiga orang yang bernama ‘Sjam’ yang ditahan oleh pihak Angkatan Darat. Apakah yang dieksekusi itu ‘Sjam’ Kamaruzzaman atau ‘Sjam’ yang lain?