Pemilukada Serempak atau Serem Pak? - PMII UNILA : Dzikir, Fikir, dan Amal Sholeh

4 Jul 2015

Pemilukada Serempak atau Serem Pak?

Setelah melalui perdebatan yang cukup alot di DPR dan mengalami berbagai macam perubahan undang-undang, pelaksanaan pemilihan umum kepala daerah (pemilukada) secara langsung tetap diberlakukan dan bahkan dilakukan secara bersamaan dan hal ini diatur secara khusus dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 yang sebelumnya masih bergabung dalam UU tentang Pemerintahan Daerah.

Sebagai suatu hajatan lima tahunan, pemilukada sebagai ajang suksesi kepemimpinan di tingkat lokal mendapat perhatian yang cukup serius apalagi untuk 2015 ini dilakukan secara serempak atau bersamaan waktunya. Sukses tidaknya hajat besar di delapan kota dan kabupaten di Provinsi Lampung tersebut bergantung pada tiga hal, pertama penyelenggara pemilukada yang dalam hal ini berada pada KPUD dan Panwaslu.

Kerjasama antara KPUD dan Panwaslu dalam menyukseskan pemilukada serentak ini sangat penting karena berhubungan langsung dengan proses seleksi kepemimpinan di tingkat lokal. Jika proses seleksinya saja sudah jelek, jangan diharapkan akan muncul pemimpin yang amanah. Oleh sebab itu, diperlukan tidak hanya integritas penyelenggara pemilukada, tetapi juga kapabilitasnya, khususnya dalam hal menerjemahkan pasal-pasal kritis yang ada pada UU Nomor 8 Tahun 2015, khususnya pada Pasal 74 tentang Dana Kampanye.

Kemudian, tentang Pasal 200 undang-undang yang sama, pembebanan anggaran pemilukada dibebankan kepada pemerintah daerah. Namun, hingga saat ini masih banyak kabupaten yang belum menandatangani naskah perjanjian hibah daerah (NHPD). Padahal, tahapan pelaksanaan pemilukada sudah dapat dimulai pada Juli ini, pendaftaran para calon sudah dibuka dan penetapan dan pengundian pasangan calon pada Agustus akhir.
Sebab, penundaan penandatanganan NHPD ini juga akan dapat mengganggu kinerja penyelenggara pemilukada.

Kedua adalah yang tidak kalah pentingnya terletak pada pundak para calon kepala daerah. Calon kepala daerah harus benar-benar mengetahui kebutuhan calon daerah yang akan dipimpinnya, selain itu ada yang lebih penting menyangkut integritas,kapabilitas, dan loyalitas. Kepala daerah yang terpilih harus loyal kepada rakyat di daerah yang dipimpinnya bukan kepada partai pengusungnya an sich. Hal ini terkait dengan masih menguatnya peran parpol dalam mengusung calon kepala daerah, yang berakibat pada mono loyalitas kepala daerah hanya kepada partai pengusung bukan kepada rakyat di daerah.

Di sisi lain masih banyaknya kasus gugatan ke MK pascapemilukada juga disebabkan tidak siap kalahnya calon dalam hajatan lima tahunan tersebut. Para calon kepala daerah hanya siap menang tetapi tidak siap kalah, sehingga selalu mencari-cari kesalahan, baik itu lawannya maupun penyelenggara pemilukada jika dia kalah dalam pemilukada. Hal inilah yang kemudian rawan terjadi konflik antar pendukung calon kepala daerah antara yang menang dan kalah.

Ketiga adalah pada rakyat pemilih (baca: rakyat di daerah). Rakyat di daerah sebagai objek kebijakan dari calon pemimpin terpilih harus cerdas dan jeli dalam memilih pemimpinnya. Dalam beberapa diskusi, baik dengan Bawaslu provinsi maupun KPU provinsi, penulis pernah menyarankan pemilukada serempak di Provinsi Lampung tidak dapat dilaksanakan secara langsung di setiap kota atau kabupaten.

Penulis dalam surat kabar yang sama juga pernah penulis tawarkan untuk melakukan yang namanya mix model election. Hal ini terkait dengan indeks demokrasi yang berbeda-beda dalam setiap kota atau kabupaten tersebut. Bagi kota-kota besar semacam Bandar Lampung dan Metro mungkin dapat dilakukan yang namanya pemilukada langsung. Namun, bagi daerah-daerah atau kabupaten-kabupaten yang indeks demokrasinya kecil, seperti Lamteng, Lamtim, Way Kanan, Pesisir Barat, dan Pesawaran, hendaknya pemilukada cukup dilaksanakan oleh DPRD setempat. Hal ini juga bertujuan menekan tingginya angka money politics dalam pemilukada.

Sebab, pemilukada yang berbiaya mahal juga akan menentukan kualitas demokrasi di suatu daerah. Jika kualitas demokrasinya jelek, berimplikasi pada menurunnya pembangunan dan pelayanan di suatu daerah.

Dari ketiga komponen yang menentukan sukses tidaknya pemilukada tersebut di atas, yang jadi pertanyaan penulis sekarang adalah apakah pemilukada serempak di delapan kota/kabupaten Provinsi Lampung pada 9 Desember 2015 akan melahirkan pemimpin yang amanah dan dapat menyejahterakan rakyatnya atau justru merupakan pemilukada yang seremmmm... Pak? Sebab, akan terjadi banyak pelanggaran pemilukada yang terstruktur, sistematis, dan Masif sehingga menghasilkan banyak gugatan dan konflik horisontal antarpendukung pasangan calon? Wallahualam. 

Tulisan M. Iwan Satriawan
Senior PMII

Dikutip dari http://lampost.co/berita/pemilukada-serempak-atau-serem-pak, pada Minggu, 05 Juli 2015 pukul 12.06

Bagikan artikel ini

Silakan tulis komentar Anda