Kisaran tahun 1995, saya mengenalinya sebagai mahasiswi dari kampung di wilayah pesisir barat Lampung. Meski sebagai anak kos-kosan dari luar kota, sejak dari mahasiswi, ia merupakan pribadi yang supel, humbel, terbuka, trengginas sekaligus tegas. Aksen bicaranya menunjukan sepintas orang paham ia berasal dari Lampung pesisir.
Begitu banyak kenangan tertambat dalam lembaran sejarah persahabatan itu. Ada banyak sahabat seangkatannya, yang tentu menyimpan kenangan itu.
Mula-mula pertautan kita karena satu alasan, yakni tergabungnya dalam satu wadah pergerakan.
Awal pengabdiannya sekitar tahun 1994-1995, ia didaulat menjadi Bendahara Rayon Pertanian. Kala itu, PMII di Unila sedang tumbuh dan bergeliat luar biasa. Hampir seluruh fakultas terbentuk rayon. Saya sendiri didaulat menggantikan sahabat Acil, sebagai Ketua Kom Brojonegoro.
Sebagai wujud dedikasi yang luar biasa, sahabat Erlina sebagai bendahara rayon kami mengingat secuil kenangan tersendiri. Sebagaimana hasil rembuk mufakat, warga pergerakan rayon pertanian disepakati tiap bulan ada iuran anggota yang besarnya Rp500.
Maka demi kelancaran, tiap awal bulan Erlina muter-muter areal Fakultas Pertanian nguber warga pergerakan.
Bak seorang debt colector, Erlina yang selalu membawa buku tulis tipis pergi memburu kemanapun keberadaan semua warga pergerakan. Bahkan, tidak jarang Erlina “mencak mencak” kepada temannya, termasuk para seniornya.
Saya masih teringat bagaimana Erlina dengan buku tipis itu menuju Gedung Jurusan Peternakan, mencari saya. Kadangkali saya terpaksa harus ngumpet untuk ‘lolos’ dari tagihan. Tapi ketika ketahuan, ia biasanya berteriak. “Kak Ajiii…!!! Bayar dulu iuran….”
Ah…. rasanya baru kemarin….
(Ichwan Adji Wibowo, Wakil Sekretaris PWNU Lampung/Mantan Ketua Komisariat PMII Unila)
Begitu banyak kenangan tertambat dalam lembaran sejarah persahabatan itu. Ada banyak sahabat seangkatannya, yang tentu menyimpan kenangan itu.
Mula-mula pertautan kita karena satu alasan, yakni tergabungnya dalam satu wadah pergerakan.
Awal pengabdiannya sekitar tahun 1994-1995, ia didaulat menjadi Bendahara Rayon Pertanian. Kala itu, PMII di Unila sedang tumbuh dan bergeliat luar biasa. Hampir seluruh fakultas terbentuk rayon. Saya sendiri didaulat menggantikan sahabat Acil, sebagai Ketua Kom Brojonegoro.
Sebagai wujud dedikasi yang luar biasa, sahabat Erlina sebagai bendahara rayon kami mengingat secuil kenangan tersendiri. Sebagaimana hasil rembuk mufakat, warga pergerakan rayon pertanian disepakati tiap bulan ada iuran anggota yang besarnya Rp500.
Maka demi kelancaran, tiap awal bulan Erlina muter-muter areal Fakultas Pertanian nguber warga pergerakan.
Bak seorang debt colector, Erlina yang selalu membawa buku tulis tipis pergi memburu kemanapun keberadaan semua warga pergerakan. Bahkan, tidak jarang Erlina “mencak mencak” kepada temannya, termasuk para seniornya.
Saya masih teringat bagaimana Erlina dengan buku tipis itu menuju Gedung Jurusan Peternakan, mencari saya. Kadangkali saya terpaksa harus ngumpet untuk ‘lolos’ dari tagihan. Tapi ketika ketahuan, ia biasanya berteriak. “Kak Ajiii…!!! Bayar dulu iuran….”
Ah…. rasanya baru kemarin….
(Ichwan Adji Wibowo, Wakil Sekretaris PWNU Lampung/Mantan Ketua Komisariat PMII Unila)