Kasus IM (inisial), sang mahasiswa berprestasi di salah satu kampus ternama yang ada di Daera Istimewa Yogyakarta, yang telah melakukan pelecehan seksual kepada juniornya sejak 17-April-2020. Kasus yang sudah hampir mencapai angka 30 orang korban, tentu adalah suatu kejadian yang sangat memilukan dan memperihatinkan.
Seorang alumnus yang memiliki prestasi, yang salah satunya pernah mewakili indonesia dalam Youth South East Asian Leader Initiatives (YSEALI) di AS, yang diprakarsai presiden Barrack obama sejak 2013 dan merupakan seorang hafidz al-quran yang sekarang menempuh pendidikan S2 di Universitas Melbourne. Pesona yang rupawan membuat para mahasiswi yang mengagumkannya. Dengan sosok IM yang memiliki tutur kata lembut, sehingganya perempuan tidak tersirat fikiran negatif tentangnya.
Banyak sekali sederet pertanyaan dalam kasus ini. Siapakah yang bersalah, IM atau penggemarnya? Mengapa bisa timbul i’tikad tidak baik pada IM? Hal inilah yang kemudian menjadi sesuatu yang sangat perlu untuk kemudian didiskusikan bersama. Mengangkat tema "Ngefans Bukan Berarti Menyerahkan Diri”, acara tersebut dilaksanakan pada 09-Mei-2020 pada pukul 16.00 s.d 20.00 WIB oleh Pengurus Rayon Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, dan diikuti oleh seluruh kader beserta anggota yang ada.
Kejadian pelecehan seksual secara fisik, psikis maupun verbal memang marak terjadi di dunia perkuliahan, mulai dari dosen, hingga mahasiswa. Namun penyitas pelecehan seksual, kerap disalahkan dan menanggung resiko sosial. Padahal, penyitas pelecehan seksual lebih beresiko mendapatkan dampak yang lebih buruk seperti trauma, dan depresi karena membenci laki-laki. Sempat terbesit di fikiran kami, apakah sex education kurang di lingkungan masyarakat?
Dalam hal ini ofriani fatrika, bendahara rayon mipa mengatakan bahwa “seks education di Indonesia sangan minim. Orang tua yang pada dasarnya adalah madrasah pertama bagi anak, juga masih menganggap tabu mengenai sex education. Seharusnya hal demikian sudah diajarkan sejak belia, agar mereka lebih mawas diri, tentang apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan dengan lawan jenis” ujarnya.
Sosialisasi mengenai Sex education dilingkungan sekolah, memang rutin untuk dilakukan. Namun tidak dapat dipungkiri, bahwa banyak sekali sekolah yang tidak maksimal dalam melaksanakan sosialisasi tersebut. Bahkan dalam lingkungan masyarakat, sex education dirasa masih sangat minim. "menurut saya, seks education sangat cukup dibangku pada dunia perkuliahan. Apalagi, ditambah banyaknya lembaga-lembaga ataupun organisasi kewanitaan yang gencar melakukan sosialisasi ini (Gender)” ungkap Indah Ari Kusmiati, Ketua Rayon.
PMII dan KOPRI hadir melakukan pendampingan kepada korban dan pelaku karena kekerasan seksual, yang sangat beresiko terhadap kesehatan mental. Tindakan yang dapat dilakukan, adalah dengan advokasi dalam rangka untuk menjamin adanya perlindungan hukum terhadap hak-hak warga negara, yang telah diatur dalam perundang-undangan.
Menggemari seseorang yang populer dalam bangku perkuliahan memang sering terjadi. Apalagi ketika di DM, chat atau di tepon sang idola, tentu akan membuat para wanita senang. Dalam keadaan ini, tampaknya sosialisasi terhadap dampak kekerasan seksual perlu untuk digencarkan. Hal ini guna memberikan wawasan, dan meminta kepada seluruh kaum wanita untuk tetap waspada terhadap siapapun. Karena kita tidak tahu seseorang memilikii’tikad baik atau buruk terhadap kita. Karena sejatinya, ngefans atau mengidolakan orang lain bukan berarti harus menyerahkan diri sendiri.
Penulis:
Sahabati Khoiriah Dhea Setiana
Ketua Korps PMII Putri
PR. PMII MIPA
Di Kelola Oleh:
(Biro III Eksternal / Media)
PK PMII Universitas Lampung XXXVIII