Kiai Mbeling Emha Ainun Nadjib - PMII UNILA : Dzikir, Fikir, dan Amal Sholeh

1 Dec 2016

Kiai Mbeling Emha Ainun Nadjib

Oleh Siti Makrifah Rayon Fisip Unila

Emha Ainun Nadjib atau Cak Nun (lahir di Jombang, Jawa Timur, 27 Mei 1953 )adalah seorang tokoh intelektual berkebangsaan Indonesia yang mengusung napas Islami. Menjelang kejatuhan pemerintahan Soeharto, Cak Nun merupakan salah satu tokoh yang diundang ke Istana Merdeka untuk dimintakan nasihatnya yang kemudian kalimatnya diadopsi oleh Soeharto berbunyi "Ora dadi presiden ora patheken". Emha juga dikenal sebagai seniman, budayawan, penyair, dan pemikir yang menularkan gagasannya melalui buku-buku yang ditulisnya.
Cara dakwah Cak Nun hampir mirip dengan dakwah yang dilakukan Sunan Kalijaga. Satu-satunya Wali yang mengerti bahwa dakwah harusnya digarap secara kultural dan strategi ke-Jawa-an, karena wilayah dakwahnya ada di Jawa. Begitu juga Cak Nun dalam dakwahnya yang berpartner dengan kelompok musik Kyai Kanjeng pimpinan Nevi Budianto. Kajian-kajian islami yang diselenggarakan oleh Cak Nun yaitu Jamaah Maiyah Kenduri Cinta, Mocopat Syafaat Yogyakarta, Padhangmbulan Jombang, Gambang Syafaat Semarang, Bangbang Wetan Surabaya, Paparandang Ate Mandar, Maiyah Baradah Sidoarjo, Obro Ilahi Malang, Hongkong dan Bali, Juguran Syafaat Banyumas Raya, dan Maneges Qudroh Magelang.

Dalam pertemuan-pertemuan sosial itu ia melakukan berbagai dekonstruksi pemahaman atas nilai-nilai, pola-pola komunikasi, metode perhubungan kultural, pendidikan cara berpikir, serta pengupayaan solusi-solusi masalah masyarakat. Cak Nun dan Kiai Kanjeng juga bertandang sebagai duta budaya, yang menyajikan Islam dan memperkenalkan bangsa Indonesia dalam cara yang unik. Kombinasi kekuatan intelektual, khasanah kultural dan wawasan rohani disuguh dalam dialog-dialog yang tergelar, serta diusung melalui irama yang dimainkan Gamelan Kiai Kanjeng. Tercatat lebih dari 3600 pergelaran hingga saat ini. Berkeliling dari kampung- kampung pelosok, desa-desa berkembang hingga kota-kota yang sibuk di antero nusantara.

Cak Nun yang mempopulerkan syair Lir-ilr karya ulama Wali Songo itu juga mewanti-wanti agar setiap manusia tidak gampang memvonis bahwa seseorang itu kafir atau syirik karena yang bersangkutan tanding dengan persoalan kebudayaan. Karena, iman itu dihati. Ideologi yang ramah dan menempatkan manusia setara satu sama lain inilah yang diadopsi Ainun untuk secara simbolis mengajak kita kembali ke kesetaraan yang adil dan beradab yang merupakan ajaran agama maupun ajaran politik kita.beragam jenis buku-buku Emha yang pernah diterbitkan, kini dicetak ulang dan masuk dalam jajaran buku laris Indonesia. Tiga penerbit besar semodel Kompas, Mizan dan Bentang Pustaka beberapa tahun terakhir kembali mencetak ulang buku-buku Emha. sudah tak terhitung dari buku-buku Emha yang dijadikan bahan skripsi oleh mahasiswa di tanah air. Salah satu buku yang sangar terkenal adalah buku yang berjudul Negeri Yang Malang.

Cak nun adalah seorang tokoh yang tidak mau mengidentitaskan dirinya. Banyak hal yang membuat ia memutuskan untuk tidak terlalu sering tampil di media massa. Terutama media massa nasional. Penyebabnya adalah kekecewaan Cak Nun terhadap fungsi sebagian besar media massa yang dianggap sudah terlalu jauh masuk ke ranah kepentingan materialistik hingga cenderung membodohi masyarakat. Beberapa alsan Cak Nun tidak mau mengidentitaskan diri diantaranya adalah tentang makna nasionalisme itu tidak harus meliputi seluruh NKRI. Ada sebuah landasan yang dijadikan pemikiran cak nun tentang identitas diri yaitu pada surah Surah albaqarah : 148 Yang artinya :

“Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap kepadanya. Maka berlomba-lombalah (dalam membuat) kebaikan. Di mana saja kamu berada pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat). Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.”

Kalimat walikulliwijhatun adalah bentok personalitas sedangkan kalimat yang muncul selanjutnya, fastabiqu-l- khoirot itulah identitasnya, bukan namanya, buakn bendanya yang penting, tetapi perbuatan baiklah yang paling primer untuk menguatkan personalitas. Islam merupakan hal rohani bukan jasmani. Pada zaman nabi adam tidak kenal kata islam, bahkan nabi-nabi sebelum rasulullah tidak semuanya melaksanakan rukun islam, maka identitas manusia itu bukan siapa dia dalam menjalankan peran dikehidupannya, tetapi apa yang dia lakukan, sehingga rumusan pada ayat tersebut Allah swt. Meneguhkan bahwa output terbaik dari keberagaman segala makhluk-Nya adalah identitas(fastabiqul khoirot). Dan yang paling penting dan melekat dihati cak nun adalah Nasihat ibu nya Chalimah “Hidup itu kan sederhana, nak. Pokoknya kamu itu berbuat baik, terserah dimana, sama siapa, dengan siapapun, dan dimanapun”.

Pemikiran cak nun ini mengingatkan kepada salah satu kalimat yang diucapkan oleh Abdurrahman Wahid yaitu “ tidak penting apapun agama atau sukumu, kalau kamu bisa melakukan sesuatu yang baik untuk semua orang, orang tidak pernah Tanya apa agamamu”.

Bagikan artikel ini

Silakan tulis komentar Anda