Saat ini, propaganda yang dilakukan kelompok radikal telah menyebar secara meluas, baik itu media nyata atau media online. Segemen dan target mereka tidak jauh - jauh dari para anak muda yang remaja, pelajar dan mahasiswa. Apalagi para mahasiswa baru yang sejatinya masih mencari jati diri
dikampus dan ada juga yang sedang proses berhijrah untuk menjadi pribadi yang
lebih baik lagi. Situasi ini menjadi peluang yang kemudian dimanfaatkan oleh kelompok
radikal, ditambah lagi Mereka para mahasiswa baru ini cenderung belum memiliki
pemahaman mendalam terkait isu agama dan negara, meski kerap kali semangat
mereka melangit ketika membahas keduanya.
Kemudian kondisi ekonomi menjadi alasan mengapa mereka
terekrut pada kelompok radikal. Kelompok kelompok yang masih bawah garis Kemiskinan
kerap kali dimanfaatkan oleh kelompok radikal untuk mempengaruhi dan kemudian
merekrut masyarakat untuk bergabung menjadi simpatisan kelompok radikal hanya
karena bermodalkan janji-janji manis akan kehidupan yang lebih sejahtera.
Sementara disisi doktrin keagamaan, masyarakat kita
kebanyakan masih beragama hanya karena keturunan. Menganut sebuah agama dan
mengikuti ajaran –ajarannya lebih karena pengaruh kebiasaan yang dijaga secara
turun temurun. Meski tidak sedikit pula
yang kemudian mendapat hidayah dan petunjuk dari allah swt untuk dapat memahami dan mengamalkan ajaran agama
secara keseluruhan.
Lucunya adalah ketika kita lihat dimedia atau secara
langsung, mereka mengajak anak – anak mereka yang masih kecil yang berkisar
kelas 3 SD untuk ikut berdemo. Padahal tentulah mereka belum begitu memahami
kondisi yang sebenarnya terjadi, mereka hanyalah korban ikut ikutan yang
kemudian dampaknya adalah memunculkan sikap kebencian atau ketidak percayaan
yang kemudian menganggap kelompok merekalah yang paling benar.
Ajaran agama berfungsi sebagai objek kajian yang harus terus
diaktualisasi, diinterpretasi dan dikaji secara akademik agar selalu aktal dan
sesuai dengan perkembangan zaman serta sesuai dengan tuntunan generasi. Tetapi,
kini ajaran agama dimanipulasi daengan membuat tafsiran yang dimonopolli oleh
komunitas radikal. Misalnya saja karena kekecewaan dalam bidang politik, mereka
yang kecewa dalam politik ini dimanfaatkan oleh kelompok radikal untuk
membangun citra organisasi yang seoalah olah menampung kekecewaan masyarakat
yang kemudian digunakan untuk melawan pemerintah.
Tentunya ini adalah menjadi pekerjaan rumah bagi bangsa
Indonesia, termasuk NU sebagai organisasi islam terbesar di Indonesia yang
harus menjaga negara kesatuan republik Indonesia dari kelompok – kelompok radikal.
Sudah saatnya NU dengan jumlah masa yang besar bergerak memasuki berbagai
bidang terutama pendidikan. Selain itu perlunya menggencarkan peranan media
sesuai dengan perkembangan zaman saat ini, baik media online maupun media cetak
yang berfungsi untuk membendung informasi – informasi hoax dan fitnah yang
digencarkan oleh kelompok – kelompok radikal.(Hendy)