KEMBALI KE RAHIM IBU - PMII UNILA : Dzikir, Fikir, dan Amal Sholeh

19 Apr 2020

KEMBALI KE RAHIM IBU

Kehidupan selalu menyuguhkan sesuatu yang baru. Semua berjalan dengan sangat dinamis dan cepat. Tak ayal kehidupan kampus pun menjadi cerminan hidup dalam struktur kemasyarakatan yang sangat majemuk. Berbagai pikiran, aliran, latar belakang, sudut pandang, daya pikir, dan yang tak kalah penting adalah berbagai kepentingan saling berbaur menjadi satu. Semua ingin saling menggali pandangan baru yang harapannya akan menjadi pemecahan masalah nantinya. Dunia kampus dan keaktivisan sangat menarik untuk dipelajari dan dipahami lebih jauh. Dari sinilah muncul banyak tokoh-tokoh bangsa, lahir banyak pemikir dan pemimpin yang kuat akan segala suasana.

Berbaurnya berbagai pikiran menjadi satu adalah suatu keindahan jika dapat dari sudut yang benar, karena perbedaan memang sunatullah yang kita pahami bersama. Dari perbedaan-perbedaan pandangan akan muncul cara kerja baru dan cara pandang baru yang nantinya jika dikolaborasikan akan menjadi jalan keluar dari permasalahan. Pergerakan-pergerakan menuju arah ini sudah ada sejak berpuluh tahun yang lalu dan menjadi tonggak munculnya era baru yang lebih menjamin kebebasan seperti sekarang ini. Semua bergerak dengan satu tujuan meski dengan cara yang berbeda-beda namun tetap mengarah kepada kebaikan semua orang. Kini masa itu bergeser ke pundak generasi sekarang. Semua berubah seiring dengan panjangnya perjalanan. Semua dibumbui arah kemajuan walaupun sebenarnya maju dari pandangan satu pihak.

Subjektivitas sudah mulai merasuki pergerakan-pergerakan yang ada. Masing-masing mengutamakan siapa dan darimana lalu mau apa dan yang paling menyedihkan dapat apa. Dapat apa tak hanya mengarah pada materi belaka, namun bisa posisi, porsi, ataupun ukuran yang lain. Saya yakin sebagian besar dari kita paham itu, dan tahu itu. Masalahnya kita termasuk didalamnya atau tidak? Tentu Tuhan dan kita sendiri yang memahami. Dari berbagai kasus dan pengamatan yang saya lakukan pribadi, sebagian besar yang muncul dan menjadi pemegang “amanah” merasa ingin “dikenang” sehingga ramai-ramai saling menciptakan sesuatu yang baru walau terkadang melawan arus. Roh aktivis yang mengutamakan objektivitas bergeser sedikit demi sedikit mengarah subjektivitas. Latar belakang akademis terkadang menjadi bias karena kita tak dapat mencontohkan keobjektifan. Apa yang keluar dari lisan kita terkadang lebih abstrak dari abstraknya lukisan.

Kritik dan saran hanya menjadi pemanis perjalanan, karena kita banyak yang tahu bahwa kita sudah terlalu subjektif akan kebenaran. Banyak dari kita menggemborkan kepentingan-kepentingan pribadi dan golongan. Saya yakin, ketika membaca tulisan ini pun subjektivitas muncul. Ungkapan dengarkan apa yang dibicarakan bukan siapa yang bicara pasti dinilainya sudah tidak relevan. Pasti terlintas, penulis ini pasti punya kepentingan tanpa mencermati apa yang saya tuliskan. Disinilah titik kita harus “kembali ke rahim ibu”. Ibu perjuangan adalah kemajuan dan kepentingan bersama bukan subjektivitas yang kini semakin nampak. banyak dari kita sekarang mengkritik bukan karena tujuan membangun, tapi terselip kebencian untuk menyalahkan. Namun kita tak sadar, ketika kritikan datang kepada kita kita langsung terbakar karena kita merasa sudah ada dalam kebenaran. Semua sudah terlalu jauh keluar jalan karena tujuan kita adalah jalan kemajuan dan kebaikan untuk semua bukan hanya untuk kita apalagi saya. Berbenah sudah saatnya, karena ketika kita jauh dari “ibu” maka penuntun kita adalah egoistis masing-masing. Kita merasa benar karena sudah tidak ada yang mampu membenarkan dan menjabarkan, kembali ke “rahim ibu” adalah keharusan agar orisinalitas tujuan tetap pada kebenaran, bukan pada kepentingan.



Penulis:
Sahabat Wahyudi
(Wakil Ketua 1 Kaderisasi)
PR. PMII Ekonomi & Bisnis

Di Kelola Oleh:
(Biro III Eksternal / Media)
PK PMII Universitas Lampung XXXVIII

Bagikan artikel ini

Silakan tulis komentar Anda